Paloan adalah sebuah nama Desa yang ada di Kecamatan Sengah Semila kabupaten Landak Kalimantan Barat. Nama Desa ini di ambil dari sebuah cerita rakyat pada masa lampau yang terdiri atas dua suku kata yaitu antara lain Palo dan An. Kata Palo sendiri berarti adalah sebuah alat (semacam palu besar yang terbuat dari kayu) yang di gunakan sebagai pemukul tangkai aren agar nantinya tangkai aren tersebut bisa mengeluarkan airnya. Sedangkan kata An adalah sekelompok orang yang bekerja menghasilkan air aren. Jadi paloan adalah merupakan sebuah Desa penghasil gula aren di masa lampau. Sehingga tidak heran bila desa ini dari dulu-hingga sekarang ini juluki sebagai salah satu penghasil gula merah (aren) yang cukup terkenal di beberapa wilayah Kecamatan Sengah Temila. Dalam cerita ini tidak ada alat bukti sejarah yang dapat mendukung semua cerita tersebut karena memang semua cerita tersebut berasal dari mulut kemulut yang di ceritakan oleh orang tua kepada anak-anaknya.
Namun seiring perkembangan zaman sekarang ini, para pekerja gula aren di Desa ini semakin hari semakin sedikit mengingat terjadinya perubahan penggunaan tata lahan untuk pertanian. Kalaupun ada hanya tinggal tiga atau empat kepala keluarga saja yang masih menekuni usaha ini.
Bagi sebagian masyarakat yang tinggal di Desa Paloan, pekerjaan sebagai penghasil gula aren (Pamalo Ano) di anggap tidak lagi menjanjikan untuk bisa mencukupi semua kebutuhan hidup. Sedikit demi sedikit masyarakatnya mulai menekuni bidang pekerjaan baru yang di anggap lebih menjanjikan penghasilan yang lebih tinggi yaitu perkebunan karet. Perkebunan karet saat ini menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang tinggal di Desa ini sebagai mata pencaharian mereka sehari-hari yaitu menjadi petani penyadap karet. Kepemilikan perkebunan karet di wilayah ini masih di kuasai langsung oleh masyarakat setempat tanpa adanya campur tangan dari pihak perusahaan.
Walaupun saat ini perkebunan sawit sudah mulai masuk ke Desa ini, namun banyak masyarakatnya tidak tertarik untuk menggantikan lahan perkebunan karet mereka menjadi lahan perkebunan sawit. Alasan masyarakat yang menolak masuknya pihak-pihak perusahaan yang ingin menanamkan modal mereka di Desa ini yaitu : (a) Lahan di kuasai oleh Perusahaan dan sulit di kembalikan langsung kepada masyarakat seperti halnya yang terjadi di pulau Sumatera dimana sampai saat ini masih menjadi sengketa antara pihah Perusahaan dengan masyarakat, (b) Bekas lahan perkebunan sawit tidak cocok lagi di jadikan sebagai lahan pertanian karena tanahnya sudah menjadi keras akibat pengaruh urat-urat sawit, (c) Meningkatnya hama tikus yang dapat mengganngu sawah para petani yang dekat dengan lahan sawit, (d) Hilangnya sumber mata air yang menjadi sumber pengairan pada sawah karena di yakini bahwa tananman kelapa sawit menyerap air tanah lebih banyak di bandingkan dengan tumbuhan lain, dan (e) Biaya perawatan tanaman sawit lebih mahal. Itulah yang menyebabkan masyarakat Desa Paloan tidak setuju menggantikan lahan perkebunan karet mereka menjadi lahan perkebunan sawit. Tidak semua masyarakat di Desa ini menolak masuknya perkebunan sawit, Hal ini dapat terlihat jelas adanya beberapa masyarakat yang mulai menekuni usaha baru ini. Usaha perkebunan sawit yang mulai mereka tekuni selama ini masih di kelola secara individu dan menggunakan modal pribadi yang sangat terbatas.
Secara Geografis, Desa Paloan merupakan daerah yang berbukit-bukit atau bergunung-gunung sehingga kawasan ini sangat cocok untuk perkebunan karet. Oleh karena itu sebgaian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai penyadap karet. Adapun bidang mata pencaharian lainnya yang mereka tekuni adalah perikanan air tawar (kolam ikan), berkebun sawit, berkebun kakao (cokelat), petani padi, berdagang, pegawai negeri sipil (Guru) dan lain-lain.